Minggu, 01 Maret 2015

CERITA CURIAN

MEMBAYANGKAN DUNIAKU TANPANYA
oleh : Gigih Setianto
Sebetulnya aku mengenalnya belum lama, belum genap lima tahun. Namun, banyak orang yang menyangka bahwa kami adalah sahabat lama dari kecil, itu karena kami sering bersama dan hangat dalam bersahabat. Persahabatan kami berawal semenjak ia baru mengabdi di SD didesaku. Selang beberapa minggu setelah kedatangannya, karena SD tersebut adalah almamaterku dulu maka aku sering silaturrahim ke SD tersebut sekedar bercengkerama dengan guru-guruku yang dulu pernah membentukku menjadi seperti ini, aku menemukan dua sosok baru muncul di SD itu dan setelah aku tanyakan kepada pak kepala ternyata kedua sosok itu adalah guru baru SD itu. Wajah kedua guru itu begitu teduh dan menyiratkan makna kebapakan, Guru yang luar biasa, itu pikirku setelah sekilas memandangnya.
Salah satu guru baru itu bernama Abdul Sukur, nama yang tidak asing sekali ditelingaku, sebetulnya aku dulu pernah sekilas mengenalnya sewaktu ada kegiatan IRM di Rogoselo namun secara samar-samar karena waktu itu kita berbeda Pimpinan Ranting jadi hanya sekedar memandang saja, tapi aku masih ingat kalo tidak salah dulu ia pernah berambut gondrong seperti vokalis grup band. Aku sempat suudzon karena rambut gondrongnya itu, dengan mengatakan bahwa ketua Pimpinan Ranting IRM ko’ rambutnya gondrong apa bakalan IRM bisa maju, tapi untungnya tidak aku katakan kepada siapapun sehingga ia tidak tahu kalau aku telah suudzon kepadanya.
Pertemanan kita berlanjut namun belum intens, karena aku sendiri sibuk sekolah dan berorganisasi disekolah, belum ditambah sekolahku yang jauh di kota pekalongan jadi seringkali berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 6 sore. Sehingga kita hanya bertemu saat-saat tertentu saja seperti ketika aku bermain ke SD, ada rapat IRM dan secara tidak sengaja ketemu dijalan.
Persahabatan kita semakin erat ketika pada saat KONPIRAN IRM cabang Doro aku didaulat menjadi Ketua Umum PC IRM menggantikan ketua sebelumnya yang memang tidak aktif, sebelumnya aku menjadi sekretaris umum. Ia menjadi ketua bidang KPSDM. Pasca resafel itu tidak tahu sebabnya, aku mulai tertarik pada dunia IPM, mungkin saja karena ada ia. Ide-ide baru untuk IPM mulai mengalir begitu derasnya. Otakku mulai berproses merangkai ide-ide tersebut menjadi sebuah kenyataan. Namun aku tidak mau mengatakan bahwa yang membuat kenyataan atas ide-ideku itu adalah aku, sebuah kebohongan besar jika aku mengatakan demikian. Kenyataan menunjukan bahwa ialah yang membuatnya. Buktinya waktu itu aku belum punya motor secara pribadi, ia yang selalu menyambangiku saat mau rapat, ia yang memboncengkanku dengan motor L2 Supernya yang gagah seperti dirinya saat mau turba ke Pimpinan Ranting-Pimpinan Ranting. Saat itu Pimpinan Cabang IRM doro mempunyai 6 Ranting yang kesemuanya aktif yaitu Ranting Wonosari tempatku tinggal, Ranting Kutosari tempatnya tinggal, Ranting Simbang, Ranting Pejaten, Ranting Doro dan Ranting Rogoselo, dimana jarak antar pimpinan Ranting tersebut lumayan jauh. Dan lagi dia juga yang selalu mengetik surat dengan mesin tik inventaris cabang IRM yang sangat tidak bersahabat sekali. Sehingga karenanya organisasi bisa berjalan dengan baik bahkan program-program kerja unggulan dapat terlaksana dengan sukses.
Melihat keaktifannya tersebut aku sempat optimis kelak ia akan menjadi aktifis besar, makanya ketika menjelang Musda XVII ia kami minta untuk ikut berjuang di Pimpinan Daerah IRM. Dan tidak tanggung-tanggung oleh formatur ia ditempatkan di Bidang PIP. Sungguh bangga IRM Doro punya kader seperti dirinya. Aku sendiri jangan ditanya, jangankan punya bayangan masuk di Pimpinan Daerah yang harus ngurus remaja Muhammadiyah se Kabupaten Pekalongan, ngurus diri sendiri saja belum bisa, sudah pasti tidak akan bisa masuk PD IRM.
Saat dia aktif di Pimpinan Daerah itulah ia aktif juga di cabang, posisinya sebagai aekretaris umum periode Muscab VIII dan kebetulan saja yang menjadi ketua umumnya aku, sebetulnya aku sangat belum pantas menduduki amanah itu. Dan disinilah hampir setiap perang dan damai aku lewati bersama dirinya.
Berlanjut sampai Musda XVIII pun ia dipercaya menjadi tim formatur dan berkat sikapnya yang luar biasa akhirnya amanah Ketua Bidang ASB pun diserahkan kepadanya.
Anak ketiga dari lima bersaudara ini mempunyai sifat yang sangat sederhana, kesederhanaanya tampak dari tutur katanya, tingkah lakunya, cara berpakaian, cara makan dan semua hal yang ada dalam dirinya. Pernah suatu saat ketika kebetulan saja aku punya rejeki lebih karena baru saja aku terima beasiswa supersemar, aku tawarkan kepadanya kira-kira mau makan apa sebagai balas budi karena sudah tidak terhitung ia nraktir aku makan , dengan senyuman yang khas ia menjawab kalau ia ingin makan nasi megono saja. Padahal uang yang ada dalam dompetkupun cukup kalau mau digunakan makan di Lamongan atau warung sate. Tidak hanya itu dalam berpakaianpun ia tidak berlebihan, setiap kali acara formal ia tidak mengada-ada harus memakai pakaian yang wah, ia pakai yang ia punya, tidak seperti aku yang kadang masih pinjam atas nama penampilan. Sehingga dengan seperti itu ia terkesan polos, mungkin saja saking polosnya ia belum punya dosa sama sekali.
Remaja yang saat ini berusia 24 Tahun ini juga mempunyai sifat yang penyabar, tidak hanya ketika ia menjelma menjadi seorang bapak untuk 170 anak SD, namun dalam perjuangannya di IRM juga sama, pernah suatu saat sehari menjelang KSIP, sebuah program kerja unggulan di bidangnya, Sebetulnya sudah ada kesepakatan kalau hari itu seluruh panitia wajib berkumpul di Lapangan Sinangohprendeng untuk checking akhir lapangan dan gladi bersih, namun sudah berjam-jam ditunggunya ternyata belum ada lima orang yang datang padahal hari itu harus memasang spanduk, mangapling, membuat pagar dan membuat secretariat. Dengan sifat yang ramah dan penuh senyuman ia mulai pimpin teman-temannya untuk menyelesaikan itu tanpa ada rasa menggerutu sekatapun, bahkan sebagai ketua panitia ia rela mencopot bajunya, meminjam kapak dan memotong bamboo serta dibawanya sendiri ketengah lapangan. Luar biasa. Butuh proses untuk menjadi orang sepertinya.
Remaja yang memulai karirnya dengan menjadi buruh sablon di perantauan itu memang dari awal punya sifat pekerja keras dan pengertian. Pernah suatu saat semalam sebelum pelatihan jurnalistik IRM, waktu itu ia punya janji denganku untuk menyelesaikan backdrop bersama, namun aku ternyata harus tergeletak karena kehabisan tenaga selepas mendampingi PKD TM I Pekajangan dan Talun selama tiga hari. Ia selesaikan sendiri dan memintaku untuk istirahat saja karena ia berpikir bahwa besok aku harus fit karena harus sambutan. Pengertiannya inilah yang akhirnya menyalakan sumber energiku yang kemudian jam 11 malam setelah back drop jadi kita berdua segera ke Kajen.
Sifat baik lainnya masih banyak yang ada dalam dirinya yang sudah menyatu dalam kehidupannya. Didukung dengan kedalaman ilmunya dan kekreatifitasannya menjadikan siapa saja ingin bersahabat dengannya. Menjadikan siapa saja ingin menauladani kebaikan-kebaikannya. Termasuk aku yang menempatkan dirinya sebagai guru besar dalam kehidupanku. Satu kata yang selalu aku ingat darinya “Ora Pareng ndisiti kersa” ini aku tafsirkan bahwa yang namanya manusia itu harus berusaha agar ia mendapatkan yang dicita-citakannya, tidak hanya berkhayal karena yang namanya berkhayal itu berarti mendahului takdir, bukankah manusia diperintahkan Allah untuk berusaha mengubah dirinya dan kaumnya menjadi lebih baik (QS Ar Ro’du:11). Sekali lagi berusaha, bukan berkhayal. Konsep inilah yang kemudian perlu dikaitkan bahwa kita tidak boleh berputus asa karena disamping tidak menyelesaikan masalah, juga tidak ada satu ayatpun didalam al-Quran yang memerintahkan kita untuk putus asa. Oleh karena itu konsepnya sangat relevan dengan konsep “Berani Hidup bukan Berani Mati” yang biasa aku koar-koarkan.
Semoga saja bidadarinya yang masih jauh disana lekas menemuinya agar bisa lebih menyempurnakan lagi kebaikan-kebaikannya dan bisa mencipta Abdul Sukur- Abdul Sukur yang lebih banyak lagi.
Dia pasti berharap aku tidak akan menuliskan seperti ini, karena sifatnya yang rendah hati, namun aku bukan bermaksud membesarkannya, aku hanya membayangkan jika duniaku tanpanya pasti tidak akan bermakna.


Kamis, 29 Januari 2009 jam 23.00-24.00

1 komentar:

  1. Sosok teladan
    Sosok itu berbaju sabar, sederhana, mengerjakan semua urusan ketika yg lain belum bergerak...

    BalasHapus

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...