Minggu, 08 Mei 2022

KAROMAH SANG KYAI


 

“Bayang – bayang selalu ada bersama cahaya”

 

Selasa, 18 Agustus 2020 saya mendapat pesan dari Ustadz Daryono berupa Konsep Susunan Organisasi FKKS SD/MI Muhammadiyah Jawa Tengah. Namaku tercantum dengan amanah wakil Pemberdayaan Teknologi Komunikasi dan Informasi.

Selagi saya mampu, saya berusaha tidak menolak amanah. Namun karena susunan organisasi tersebut ada di tingkat wilayah tentu banyak yang lebih mumpuni. Sayapun mencoba merekomendasikan nama lain yang memang lebih mumpuni di Kabupaten Pekalongan, ternyata nama yang saya rekomendasikan sudah tidak mengajar lagi karena mendapat beasiswa S2.

Meskipun saya pribadi siap, namun tetap butuh pertimbangan dari orang lain. Rekan guru dan Dikdasmen Ranting mengijinkan. Istri juga mengijinkan. Maka saya mantapkan, Insya Allah siap bergabung dengan orang-orang hebat.

Rabu, 19 Agustus 2020 Jam 06.00 saya siap melaju karena sudah janjian jam 07.00. Ketika saya tinggalkan uang yang tinggal selembar di dompet untuk istri saya, dia tidak mau menerimanya. Buat cekelan saja katanya,  lagi pula masih ada uang belanja untuk hari ini. Padahal saya bisa saja mampir sebentar di ATM untuk mengambil uang. Namun dicegah juga, jangan biarkan Ustadz Daryono menunggu katanya. Sayapun urung mengambil uang di ATM.

Saya melaju mengendarai Prima istimewa dengan kecepatan sedang. Mampir sejenak di sekolahan untuk copy KTAM. Jam 06.58 sampai di stasiun, segera saya kabarkan. Saya tunggu di halte depan stasiun Pekalongan. Saya kira Ustadz Daryono datang dari arah barat setelah menjemput Ustadz Wahyudi di Ponpes Al-Manar Pemalang. Ternyata lewat tol. Ini yang kedua kalinya kata Tadz Daryono. Kalau sudah dua kali, biasanya yang ketiga dan seterusnya akan mudah.

Waktu menunjukkan pukul 07.19 Ustadz Wahyudi menghubungiku, menyebutku Syaikh. Sangat berlebihan, memangnya Syaikh cap apa yang tidak hafal juz amma. Pukul 07.30 Ustadz Daryono menghubungiku memastikan lokasi penjemputan. Kemudian pada jam 07.38 Ustadz Wahyudi bertanya pintu keluar tol dan minta shareloc. Pukul 07.40 Ustadz Daryono mengabarkan kalau pintu keluar tol Kajen ditutup. Tepat pukul 07.51 kami bertemu.

Di SD Mapan disambut oleh Ustadzah Alifia bersama mitra kerjanya dengan penuh suka cita. Sementara saya merasa gagap gempita. Iya gagap, bertemu orang-orang hebat. Dari sekian peserta saya hanya mengenal beberapa nama. Ustadz Sukaryo - SDM Sudagaran Wonosobo, meski berkali-kali singgah dan sempat separuh hatiku tertinggal di Jalan Dieng KM.9, namun pertama kali merasakan lezatnya mie ongklok justru di SDM Sudagaran. Ustadz Mustaqim - Mutual Dua Kota Magelang, kota di mana sepenuh hatiku tertambat di situ. Dan, Ustadz Daryono SD Musabangga yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, karena beliau lakonnya dalam cerita ini.

Inti acaranya biar diceritakan yang lain saja, karena telah kita saksikan bersama betapa hebatnya Sang Hafidzah Cilik yang tentu di balik kehebatannya ada guru-guru yang hebat pula.. Tentang semangat para penggerak, Ustadz Latif dan Ustadzah Welas yang berangkat paling gasik tapi sampai paling akhir. Meski paling akhir tapi tetap tepat waktu, waktunya makan siang. Syaikh Pamuji (kalau yang ini Syaikh aseli), dan Kyai Mas Jamaluddin Kamal (jangan lupa dal nya tasydid ya) sebagai lokomotifnya, biar kita-kita yang jadi batu baranya.

Tak biasanya sesiang ini sudah makan 3 kali. Sebelum berangkat saya sempatkan sarapan sego megono. Dalam perjalanan, jam 09.30an sarapan lagi nasi padang ditraktir oleh Ustadz Wahyudi. Dan makan siang, ayam kecap atau apa ya yang lezatnya luar biasa jamuan dari Ustadzah Alifia. Betul-betul over dosis bagi saya yang kapasitas lambungnya terbatas. Hingga sajian coffebreak tidak tersentuh sama sekali. Maka tak heran bila dalam perjalanan pulang saya terlelap.

Saya tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Ustadz Wahyudi dan Ustadz Daryono di balik kemudi Datsun Go. Baru saya ketahui bahwa ternyata, Ustadz Daryono mentransfer ilmu dan jurus -jurusnya kepada Ustadz Wahyudi, sementara saya masih terlelap. Rugi dong, di atas roda yang sama dengan orang hebat malah terlelap.

Tapi tidak juga, saya berkesempatan bicara apa adanya, jujur saya katakan kepada Ustadz Daryono bahwa saya merasa tidak mampu mengemban amanah ini. Meskipun saya tahu di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan. Saya tahu itu. Tapi saya tetap merasa bayang-bayang besar mengikutiku, tentang kemampuan yang terbatas, bagi tugas yang belum tuntas, banyaknya amanah yang belum tertunaikan, baik di sekolah, Pemuda Muhammadiyah, dan sebagai panitia pembangunan Masjid Al-Huda Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kutosari yang membutuhkan dana setidaknya 1,5M sementara dana yang sudah terkumpul sekitar 700an Juta dengan progres pembangunan mencapai 70%. Tentu saja yang 25%nya belum terbayar,  dan lain sebagainya. Namun dengan tenang Ustadz Daryono mengatakan, “Selama antum berjalan menuju cahaya, bayang-bayang tetap ada di belakang antum. Ketika antum menjauhi cahaya justru bayang-bayang itu akan menghadang di depan antum, bukan mengikuti di belakang lagi. Jadi, teruslah melangkah menuju cahaya maka bayang-bayang itu akan hilang dengan sendirinya ketika antum menjadi bagian dari cahaya tersebut”.  Terima kasih Ustadz, Insya Allah saya kembali mantap.

Tok – tok - tok..., sepertinya ada tamu Tadz. Seketika saya terbangun dan melihat Ustadz Daryono dan Ustadz Wahyudi sedang menggedor pintu, bagasi, ban dan seluruh bagian Datsun Go-nya karena ada yang tidak beres. Sementara saya masih bingung sendiri di dalamnya.

 Jadi, yang tadi itu cuma mimpi ya?. Yah,... barangkali begitulah Karomah Sang Kyai, tetap bisa adil membagi ilmunya meskipun berbeda dimensi. Kalau beda dimensi saja bisa berbuat adil, bagaimana dengan yang nyata ya? Sungguh luar biasa.

Mudisar, 28 Agustus 2020. 02:04

 

 

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...