Sabtu, 02 Agustus 2014

LEGENDA DESA KUTOSARI KECAMATAN DORO KABUPATEN PEKALONGAN




KUTOSARI : KOTA SEJUTA BUNGA
“Siapapun ia, makamnya bertabur bunga. Bagi yang luar biasa, kotanya dihujani bunga ”
Ki Nolo merenung, berfikir bagaimana caranya membuat irigasi. Selalu dibawah pohon  yang sama, pohon nangka yang sangat rindang diantara pohon nangka lainnya. Seakan-akan pohon nangka sudah menyatu dalam dirinya karena nangka menjadi makanan sehari-hari. Nangka muda yang dicacak dan diurab menjadi megono bersama iwak wader kali dan sambal terasi.
Ki Nolo masih merenung, di bawah pohon  yang sama, pohon nangka yang sangat rindang diantara pohon nangka lainnya. Menurutku, banyak penyebutan yang salah tentang nangka. Orang biasa menyebut nangka adalah kayunya, cecek buahnya yang sudah matang, gori buah yang masih muda, dan babal bunganya. Bukankah lebih tepat kalau kayunya yang disebut gori, karena ditegor i(ditebangi). Cecek untuk nangka muda karena dicacak-cacak untuk dibuat megono. Babal tetap babal karena bias membuat bebelen (sembelit). Nangka lebih tepat untuk buahnya yang sudah matang. Maka dalam perenungan itu pula, Ki Nolo menamai tempat tersebut dengan Penangkan. Masyarakat di Penangkan mempunyai sifat nangka, meskipun luarnya berduri namun dalamnya manis serta berpulut, melambangkan betapa manis dan lekatnya persaudaraan diantara mereka.
Ki Nolo terus merenung, di bawah pohon  yang sama, pohon nangka yang sangat rindang diantara pohon nangka lainnya. Terlintas dalam fikirannya sebuah batu besar yang sekeras karang. Dengan batu tersebut ia berniat membuat sebuah bendungan. Sifat karang yang keras, kuat, dijadikanlah pondasi utama bendungan tersebut. Tempat diambilnya batu karang tersebut, dinamainya karang. Masyarakat karang dikenal kuat dan keras.
Ki Nolo mulai membendung kali Welo, tanpa desain, tanpa RAB. Karena bagi Ki Nolo, yang terpenting adalah manfaatnya, bukan keindahan bentuknya. Dibuatlah bendungan itu dengan asal-asalan dengan bentuk seburuk-buruknya, orang Jawa bilang singo-singoho olo-olonan, maka disebutlah bendungan itu dengan nama Bendungan Singonolo.
Ternyata usaha Ki Nolo membendung kali Welo berpengaruh pada kali Aji buatan Ki Aji. Dengan geram Ki Aji mendatangi Ki Nolo yang sedang istirahat disela-sela pembangunan bendungan tersebut. Tanpa sepengetahuan Ki Nolo, Ki Aji langsung menjatuhkan batu besar(Geblog) ke kepala Ki Nolo. Maka daerah tersebut diberinama Geblog, dukuh terkecil dengan keberanian tinggi. Dari dukuh ini pulalah trah Kepala Desa.
Peristiwa penggeblogan itu mengakibatkan Ki Nolo tewas seketika, otaknya terbang sampai timur ,mencorot ngetan. Tempat jatuhnya otak Ki Nolo diberinama Corotan, dukuh paling timur yang masyarakatnya mempunyai otak  original.
Darah Ki Nolo mengalir, menyebar, gumelar ke utara. Bekas aliran darah Ki Nolo dinamai Gumelar. Masyarakat yang bersatu dalam perbedaan seperti halnya darah yang selalu merah meskipun terdapat 4 golongan darah A, B, AB, dan O.
Ki Nolo telah tiada, namun jasanya tetap dikenang. Ki Aji menyesal atas perbuatannya, maka iapun menyerukan kepada para muridnya untuk memetik bunga di hutan bunga; Wonosari dan di taburkan di seluruh dukuh yang berhubungan dengan Ki Nolo. Maka, lima dukuh :Penangkan, Karang, Geblog, Corotan, dan Gumelar laksana hujan bunga. Harum, semerbak, dipenuhi jutaan bunga.
Roomalone, 01/08/2014; 00:57

NB; kalau punya sumber yang lebih valid, share di sini ya! Jendelakamarkita.blogspot.com. maturnuwun

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...