Jumat, 24 April 2009

OTHERLAND

Ini koleksi puisiku, terserah mau menyebutnya apa, disebut puisi kok nggak pantes, kalo bukan puisi terus apalagi? aku beri judul otherland karena prosesnya memang di luar kota, saat aku jadi kuli sablon di Persima I kalianyar Tambora, Jakarta Barat.



“SAAT KITA JAUH AKU SIMPAN RINDU DALAM PUISI”
Gitar itu masih aku petik,
meski suara sumbang yang keluar
Pergi saja bila tak ingin terganggu,…!
Aku hanya ingin membuang kesal,
bersama alunan melodi gitar tanpa aturan
yang kerap bikin kesal.
Dan kesal itu akan hilang berganti sesal bila,…
Engkau pergi dariku

Bila kau pergi dariku, atau aku yang meninggalkanmu,
tak jadi soal,
karena kenangan kita tersimpan pada awan,
awan mendung.

Biarkan hujan itu turun,
karena air mata yang tersisa akan hilang bersamanya.
Berhentilah menangis karena hujan telah mereda,
jangan bersedih karena langit masih menghiburmu dengan pelangi.
Dan pelangi itu?

Pelangi itu masih menggantung dilangit,
meski hidupku tak tergantung padanya.
Karena hidup pelangi sendiri
tergantung pada matahari.

Aku takkan mendewakan matahari,
meski tenggelamnya matahari
berarti tenggelamnya aku dalam mimpi.
Dan aku takkan mendewikan mimpi,
meski mimpilah yang mengantarkanku
dalam mimpimu…
saat kita jauh.

Saat kita jauh,…
aku simpan rindu
dalam puisi,
meski puisi,…
tak bisa menjelma,
berubah mimpi. (0th3rl@nd)

“KEPADA PUISI”
Kepada lorong kereta api yang selalu gelap
Kepada kegelapan yang penuh misteri
Kepada misteri yang penuh arti
Kepada arti yang tersimpan dalam puisi
Kepada puisi yang menyimpan curahan hati
Puisi…aku pengen curhat nih! (0th3rl@nd)


“SENYUM KECILMU SELAKSA PERMEN KARET”

Masih saja kau beri sesuatu untukku,
walaupun hanya sekedar senyum kecil
selaksa lubang semut yang takkan tergenang air meski banjir mengalun.
Jangan biarkan sapi keluar dari lubang itu,
karena sapi takkan bisa masuk lagi.
Jangan pula kau bawa bangkai cicak yang bisa membuat lubang itu terpolusi.
Bersabarlah menanti gula-gula yang bakal membuat senyummu bertambah manis.
Dan manis itu,…yang bakal melekatkanku padamu. (0th3rl@nd)

“ APA ARTI KEMENANGAN BAGIMU,…?”
Jangan kau lempar lagi mug baru itu.
Selagi mug yang kemarin retak belum kamu lem.
Aku tau kalo kamu lagi emosi, kalo begitu,…
Banting saja mug-mug plastik yang ada didekatmu, biar kamu puas, dengan begitu kamu merasa dirimu menang.
Lalu,…apa arti kemenangan bagimu bila mengalahkan emosi saja kamu nggak mampu!
Aku mengerti,…bila sesaat kemudian kamu menangis, menyadari sesuatu yang telah terjadi. (0th3rl@nd)


“DEMI DIA, AKU…”
Mimpi itu terus menghantui,
meski hantu tak mengerti tentang mimpiku
Pengertian dari mimpiku tak lebih dari sekedar bersama kheisa-kheiku.
Kheisa yang belum sempat aku miliki,
bahkan mungkin takkan pernah kumiliki.
Dan milikku,
bukan hanya mimpi-mimpi bersama kheisa
yang sesekali hadir dalam mimpi.

Kheisa pertama yang sedari dulu kusuka,
mulai menampakkan keakrabannya, ketika aku…hendak pergi.

Akupun pergi tanpa meninggalkan pesan sedikitpun,
terlebih pada kheisa ketiga ku
yang kini lebih suka pada teman baikku.
Terus,…kheisa ke-empat yang kini lebih jauh lagi dariku.

Jarak yang jauh takkan memisahkanku
selagi masih ada pak pos yang setia mengantar suratku untuknya,
dan surat darinya untukku.
Biarpun pak pos nggak ada,
juga masih ada telepon.

Aku nggak suka telpon,
meski dengan telpon aku bisa mendengar suara aslinya
Aku nggak suka telpon
bukan lantaran pulsa telpon mahal
Biarpun pulsa telpon mahal,
nggak bakalan jadi soal,
soale aku udah kerja
meski kerjane payah banget.

Tapi demi dia (0th3rl@nd)



“BERBAGI CERIA DIMANA AJA”
Simpan saja tangismu sampai aku kembali,
hingga…yang ada bukan tangis sedih karena aku meninggalkanmu
Bila seusai pengngembaraanku aku kembali,
dan kamu menangis
Aku maknai tangismu sebagai tangis haru lantaran lama nggak ketemu.
Kemudian,…kita saling tertawa, berbagi cerita, berbagi ceria di mana aja.
(0th3rl@nd)

“LAMPU MINYAK”
Sebatas kemampuanku melihatmu,
kamu tak lebih dari sekedar lilin kecil
yang menerangi sekitarmu.
Sempatkah kamu berpikir bahwa dirimu akan terbakar bersama sinarmu?
Apa arti lelehanmu bila kamu tak berpijar lagi?
Mendingan jadi lampu minyak saja,
meski tak seterang petromak
Setidaknya bila minyak habis, bisa di isi lagi.
Meski harga minyak makin meninggi.
Bila nggak mampu beli minyak lagi
ya….minta subsidi, gitu loh! (0th3rl@nd)


“BIANGLALA DI LANGIT SENJA”
Bolehkah aku membantumu melukis bianglala?
Bianglala yang kau lukis warna merah padam.
Bolehkah aku menambahkan warna kuning untukmu?
Hingga warna merah berubah jingga.
Bolehkah aku tambah satu warna lagi?
Maka akan ku tambahkan warna biru untukmu
Hingga warna jingga berubah ungu.
Dan kamu boleh menambahkan warna hitam untukku,
hingga malam menjelang.
Kemudian…pejamkan matamu,
dan akan kupejamkan mataku
Lalu aku akan datang dalam mimpimu.
Dan hadirmu ku nantikan dalam mimpiku.
Di sana, kita akan bertemu. (0th3rl@nd)


“TENTANG PELANGI”
Saat bercengkerama di keramaian yang terasa sepi
Saat wajahmu menunduk bagai butir padi yang menua
Apa arti perbincangan kita selama ini
Bila akhirnya yang ada hanyalah sunyi

Buang saja sunyi itu jauh pergi,
dan katakan apa yang ingin kau ucapkan.

Aku suka tempat sepi yang penuh riuh arti
Dan arti akan memaknai sisi batin kita
Dimana setiap batin kita
terurai cerita warna-warni
bagai bianglala senja
meski tak seindah pelangi.

Kemudian kamu bertanya:
”apa yang akan kamu lakukan bila putri pelangi turun ke bumi?”
Jawabku : “aku akan pinjam tangga pelangi kemudian kita akan kesana”
“Lalu?”
Tanyamu lagi
“Aku akan menjatuhkanmu dari sana”
: jawabku
“Loh kok gitu sih!”
: gerutu kamu
“Abis…kamu Tanya yang macem-macem sih,
lagian mana ada putri kayangan mandi di kali!” (0th3rl@nd)


“SAYANG …KAMU NGGAK ADA DAN TAK PERNAH ADA”
Skali waktu bila kamu ada
Sesekali aku ingin mengajakmu mengarungi telaga upendi,
Mendengarkan dendang lagu mufasa dan menari bersama
Kemudian akan kuajak kamu ke langit dan singgah di peaceful palace.
Lalu…turun dari langit dan menetap di pride land
Tak ku biarkan outsiders mengganggu ketenangan kita.
Bila perlu…akan ku taklukkan otherland untukmu
Sayang …kamu nggak ada dan tak pernah ada.

Skali waktu bila kamu ada
Sesekali aku ingin mengajakmu pergi ke bulan
Mendengarkan senandung bintang dan berdansa bersama
Kemudian akan ku ajak kamu ke mars dan singgah disalah satu satelitnya
Lalu…kita petik semi lunaris sebagai hiasan dinding
Takkan ku biarkan hati kita terhalang tembok,
Bila perlu…akan ku bangun kamar untuk hati kita.
Sayang…kamu nggak ada, dan tak pernah ada.

Skali waktu bila kamu ada
Mungkin…aku tak kan berani menulis cerita ini
Namun…kamu nggak ada, dan tak pernah ada
Jadi…aku bebas membual, berkhayal, berjanji sesuka hati
Karena…kamu nggak ada, dan tak pernah ada. Da..da…!

(0th3rl@nd)


“PASIR KENCANA 050701”

Rambut lurusmu tergerai, diterpa angin pantai
Tak kalah dengan gadis tiara sunsilk
Sayang,…rambutmu tak sehitam rambut mereka
“Eh jangan salah ya rambutku kuning kan lantaran pantulan dari sinar matahari”
Katamu sambil tersenyum

Semburat warna kuning yang menerpa rambutmu
Perlahan turun, tenggelam di laut, dengan menyisakan bianglala

Tapi kamu masih asyik memainkan kerudungmu,
Berlari – lari di tepi pantai meski hari menjelang sore
“Akan ku kejar senja itu”
Katamu tanpa ragu

Pulanglah…
hari sudah sore,
lagian kaya gak ada kerjaan aja ngejar-ngejar senja.
(0th3rl@nd)



“SEBUAH TITIK AWAL”

Terlahir sebagai ciptaan Tuhan. Bersujud pada kiblat, bukan berarti sesembahan.
Senandung kalimatullah bergema kiri dan kanan.
Kebiasaan yang lumrah seusai kelahiran.
*
Ceritapun berawal lebih dari sekedar dongeng.
Dan bilapun hanya dongeng, bukan berarti sebagai pengantar tidur.
*
Titian-titian waktu yang menghubungkan tahun ke tahun, harusnya menuju jalan yang terang.
tapi ada satu titian yang sulit dilewati, bukan karena terlampau kecil tapi bercabang.
*
Kemudian bila seseorang tak mengerti arti hidup, mungkin lebih baik terjun dari titian tersebut. Dari pada merasakan kebimbangan sesaat.
*
Kebimbangan itu bagai sebuah goncangan yang sewaktu-waktu dapat meruntuhkan wujud bangunan yang selama ini ada.
*
Aku masih berusaha meredam goncangan-goncangan yang mungkin akan meruntuhkan seluruh pundi ketabahan.
*
Mentari tumbuh dari timur, berharap mampu terangi hati, yang sinarnya hampir mati.
(arah timur : sebuah titik awal)


“LIBERTY FI RAIBA”
Waktu…masih memberiku tempat berpijak, meski dirinya tercantum pada sebuah jam. Aku…masih tetap berpijak, meski ketabahan terkikis oleh sebuah keangkuhan.
*
Keangkuhan itu enggan pergi selama aku masih menyimpan secuil dengki: awal sebuah kebencian, nyatakah?
*
Tangis hanya sekedar isak, tak mampu sucikan hati yang ternoda hitamnya rasa iri.
*
Ketabahan itu…akankan tersemai kembali, sikap menerima akankah tetap ada?
(arah timur : sebuah titik awal)

“Pertemuan Kita Kali Ini”
pada satu kesempatan , pernah skali waktu kita bertemu.
Berbincang tentang peristiwa masa silam
Hingga masalah persahabatan yang sedikit retak
Karena bentangan jarak.

Yang membuatku kagum,
Ternyata kamu masih mengenaliku
Meski sebenarnya aku tak begitu kenal dengan mu.

Mungkin,…dulu aku terlalu sibuk menanti senja
Dan mengagumi bianglala.
Hingga langit biru di pagi hari
Terasa tak berarti

Auramu sedikit terpancar
Pada pertemuan kita kali ini….(maia, refleksi kehampaan)


“EPISODE KESETIAAN”
Aku dan kamu, tidaklah berbeda
Kita sama-sama lelaki yang butuh cinta
Benci akan rasa hampa,
Mengutuk kesendirian

Aku dan kamu, tidaklah berbeda
Mengutuk diri dalam sepi
Membentak hampa dalam kekosongan
Menampar cinta dalam dahaga
:mengisak rindu di tepian waktu

Aku dan kamu, tidaklah berbeda
Sama-sama menyimpan kesetiaan
Di kedalaman hati yang terdalam

Tapi kita tidaklah sama
Kau biarkan kesetiaan itu menikam hatimu,
Merobek-robek isi otakmu
Dan buramkan hari-harimu

Sementara kesetiaan yang ku miliki
Ku gadaikan di ujung pagi
Agar dapat ku tebus dengan mahar
Di akad nikah nanti
(maia, refleksi kehampaan))



‘JANGAN BIARKAN IA BEKU”
Tanpa paksa kau ingat lagi masa
Lalu-lalang waktu

Kemarin adalah belajar,
Sekarang mencoba,
Besok menuai

Ladang gambut masih kosong
Apa yang mesti dipanen?

Yang aku bisa
Memetik angan masa silam
Sementara aku tak bisa mengoyaknya
Dengan taringku yang tumpul

Hujan menghapus penyesalan
KarnEa sesal tak harus dihadapi dengan kesal

Bermandi hujan
Sejukkan hati dan pikiran

Jangan biarkan ia beku
(maia, refleksi kehampaan)


“AND…A LITTLE SPARROW SINGING TO ME”
Kepakkan sayapmu, ketika kamu merasa harus terbang.
Raihlah bintang, ketika kamu telah sampai diangkasa.
*
Disini, aku bukanlah dahan yang mungkin kamu hinggapi.
Tapi sebagai ranting, yang mungkin saja enggan kamu singgahi.
*
Aku bukanlah bumi yang memelukmu saat terjatuh.
Tapi setidaknya, aku memapahmu ketika kamu terluka.
*
“Kerelaan tak semestinya diucapkan, karena kerelaan sejati, sesungguhnya ada di hati.
Bila satu kerelaan itu masih saja terucap, maka masih dibutuhkan satu kerelaan lagi”)*
)* kalimat terakhir ini pernah saya baca di buku cerita, tapi dimana ya, sudah lupa. barangkali teman2 ada yang bisa enemukannya.
(arah timur : sebuah titik awal)


“BENALU”
Aku benalu katamu. Baiklah aku takkan marah. Tapi…apakah kamu merasa dirugikan selama bersamaku?

Kamu bilang aku parasit, nyatanya kemanapun aku pergi kau selalu turut. Bukankah kau yang menjadi parasit bagiku, waktuku terbuang hanya untukmu.

Kau katakan lagi padaku kalau aku benalu. Setidaknya benalu masih memberi manfaat pada tiap-tiap burung pemakan kemaduan.

Katakan lagi kalau aku benalu. Maka aku akan hinggap di tubuhmu, dan menjadi parasit bagimu.
(suara alam)


“UJUNG NEGARA 24102003”
Berlari-lari diatas pasir pantai yang terlihat putih karena serpihan kerang.
Meski terasa perih dikaki, tapi aku suka.
*
Terik tak mampu menyentuh kulit, karena semilir angin terasa lebih menarik.
Deburan ombak yang memecah karang terdengar bagai alunan musik.
*
Ah,….kubuang resahku pada kaki langit.
*
Aku benci pada bunga dan kumbang yang bercumbu disiang hari.
Kenapa lautku kalian kotori?
*
Aku benci pada sesaji yang tersaji.
Kenapa tidak disajikan kepadaku saja?
Haha!
*
Kegembiraan hanya sesaat, mengapa harus lupa akan solat jum’at
*
Kenapa juga kekaguman pada alam
mengalahkan kekaguman pada sang pencipta.,
bukankah semua berawal dariNya?
(arah timur : sebuah titik awal)


“GEMA”
Akulah gema,…!singgah di gua-gua, tebing, gunung, lembah, dan hampir disetiap ruang yang kosong. Akulah gema,…! Begitu penurut meskipun terkadang nyebelin juga.

Tanpa aku, terasa sepi. Karena aku kalian semua.

Berteriaklah “hai…!” maka akan kau dengar lagi teriakanmu berkali-kali.

Akulah gema,…! Suara kejujuran yang tak pernah berdusta.

Akulah gema,…! Tak mungkin kau jumpai di stasiun-stasiun, terminal-terminal, ataupun di pasar. Karena aku tidak seperti mereka : mesin, manusia, dan yang ada disekitarnya.

Akulah gema yang mungkin kau jumpai di koridor-koridor sekolah apabila telah sepi, diruang kelas, di kantin-kantin yang telah senyap.

Aku bukan gema, bila kau jumpai di pasar malam. Karena aku hanya ada di malam sepi. Dan malam yang kian mendalam)*

)* pramudya ananta tour


(suara alam)


“KEBEKUAN INI”
Ketika tak ada sesuatu yang harus dibicarakan, kita hanya diam seperti patung candi yang berlumut.

Kesunyian yang kita ciptakan mestinya dapat menenangkan. Tapi mengapa aku yang merasa gelisah karena kebekuan ini.

Seolah-olah aku bukan matahari lagi dihadapanmu yang bisa kembali mencairkan kebekuan ini.

Puluhan pekan telah berlalu, mungkin bukan suatu masalah bagimu. Tapi bagiku?

Sepertinya tak ada lagi yang kubanggakan selain kamu. Terlalu pagi kamu bersembunyi.

Mestinya tak kau sembunyikan gelak tawa yang pernah kau tunjukkan padaku. Dan kini, aku ingin dengar suara itu lagi.

Bentangan jarak terlampau jauh bagi kita. Tapi kuyakin bukan kendala. Terus…sampai kapan kebekuan ini berlanjut?

(suara alam)



“untuk belajar puisi, kita harus belajar aturan. Tapi untuk mencipta puisi, kita harus mendobrak aturan tersebut”



“Menulis cerita adalah upaya menentramkan imajinasi, sedangkan menulis puisi membiarkan imajinasi dalam cerita yang ditulisnya” (Sutardji Calzoum Bachri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...