Minggu, 15 Januari 2012

KSATRIA BOCAH HITAM LX

KSATRIA BOCAH HITAM LX

“Keyakinan belum tentu sepenuhnya benar, tapi kebenaran perlu diyakini sepenuhya”



Sumber dari segala sumber konflik di negara kita salah satunya adalah keyakinan. Setiap individu punya keyakinan sendiri-sendiri yang dianggapnya benar. Bahkan demi mempertahankan keyakinannya seringkali manusia berlaku tidak adil. Menghujat, menghakimi, dan menyalahkan orang lain yang berbeda dengan dirinya maupun kelompoknya. Agaknya manusia mulai sadar, bahwa hidup di negara yang ber-Bhineka Tunggal Ika mesti memahami perbedaan. Mungkin kesalahan pendidikan ditingkat paling dasar; yaitu keluarga, anak-anak telah diajari bersaing dengan yang lain, menghalalkan segala cara untuk menang, bukan bekerjasama. Dengan demikian sebab kegagalan diri selalu ditimpakan pada orang lain.



Perbedaan warna kulit di negara lain misalnya telah menempatkan seseorang lebih tinggi dan lebih rendah dari yang lain. Padahal menilai seseorang bukan dari fisik saja, bukankah Bilal bin Rabbah sama derajatnya dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, karena derajat seseorang dilihat dari ketakwaannya.



Seperti yang terjadi di negara Matalari Tertib, Pangeran Matalari; Ketoro Minamin, sang Ksatria Bocah Hitam LX punya anak yang berkulit hitam dan biru. Mestinya Ksatria Bocah Hitam hanya kostum saja, tapi yang ini benar-benar menurun pada kulit sang anak. Kalau kita lihat Ketoro Minamin yang berkulit putih, mestinya anak nya juga putih, Di negara Matalari Tertib tak ada satupun orang yang berkulit hitam. Apalagi dua anak yang lahir hampir bersamaan mempunyai kulit yang berbeda. Karena keanehan tersebut, mereka diusir dari negaranya dan singgah di negara ini, Negara yang ber-Bhineka Tunggal Ika yang katanya masih saudara muda.



Meski bersaudara, mereka mempunyai sifat yang berbeda. Bocah Biru bersifat agresif, suka marah, makanya dia disebut sebagai Pangeran Kemarahan LX BIYU (maklum anak-anak, belum fasih mengucap kata biru). Bocah Hitam yang minder sering meratapi nasibnya, berlarut-larut dalam kesedihan, tapi justru ketika mengalami kesedihan yang teramat sangat, dia punya kekuatan yang luar biasa, dan suka mengembara untuk mencari makna hidup yang sesungguhnya, makanya ia disebut Pangeran Kesedihan LX SOBO (Sobo dalam bahasa Jawa artinya berkelana).



Lama mereka berpisah meski masih satu negara. Akhirnya mereka dipertemukan kembali di sebuah mushola, musholanya para super hero. Di situlah mereka menetap. Sebagai seorang pengembara, Sobo tahu persis arah kiblat yang sesungguhnya. Hal ini didukung pula dengan kedalaman ilmunya yang ia dapat dari negara asalnya. Melihat kondisi mushola yang tidak pas arah kiblatnya, Sobo menyampaikan kepada Biyu. Dasar Biu seorang agresif, pada malam itu juga lantai mushola digaris dengan spidol meski Sobo sudah mencegahnya.

“Tidak semudah itu menyampaikan kebenaran, kita perlu musyawarah dulu dengan super hero lain”

“Tidak perlu, toh mereka buta akan hal ini. Kalau mereka tanya, kita tunjukkan buktinya” begitulah keras kepalanya Biyu.



Esoknya, jamaah subuh dikejutkan oleh garis shof yang miring 23 derajat dari kondisi semula. Robocop mencak-mencak, ia merasa dilecehkan. Bahkan mungkin kalau Ironman masih hidup bakal jadi perang di mushola itu. Dengan besar hati, Sobo mulai menjelaskan hal ihwal munculnya dua garis miring tersebut

“Mohon maaf sebelumnya mbah Robocop, tak terkecuali para jamaah. Munculnya garis ini memang kami sengaja, kami hanya mempraktekan ilmu yang sudah kami dapat” belum selesai bicara langsung dipotong oleh Robocop.

“Lancang kalian! Kalian pikir saya orang bodoh? Mushola ini sudah saya ukur dengan alat yang paling canggih. Kalian mau coba merubahnya? Kalian pikir kalian ini siapa? Kalian hanya bocah, bocah wingi sore, yesterday afternoon boy. Ilmu kalian belum ada apa-apanya dibanding saya”

“Sekali lagi kami mohon maaf, kami memang salah, melakukan hal ini tanpa musyawarah, tetapi dengarlah, mushola ini kiblatnya ke arah negara perompak. Coba perhatikan, miring 1 derajat saja terjadi penyimpangan sejauh 183 Km, apalagi sampai 17 derajat” Sobo mencoba menjelaskan.

“Ah yang penting kan niatnya, nawaitunya mustaqbilal qiblat, gusti Alloh yang tahu. Tak perlu dengan alat, alat itu buatan manusia, bisa juga salah”

“Maaf mbah, tadi mbah adzan shubuh kok tepat waktu, mbah tahu dari mana?”

“lhah, lihat jam dong!”

“Jam juga buatan manusia kan mbah?”

“####!!!!$$$$?????”

“Perlu jamaah ketahui, bahwa lempengan bumi kita telah bergeser, sehingga arah kiblatpun bergeser. Mbah Robocop tidak salah, waktu beliau menentukan arah kiblat sudah benar, namun...”

“Ya ya ya.... jadi begitu ya?”

“Ya, sayapun belum tentu benar, tapi sebagai makhluk yang berakal, kita selalu mencari kebenaran atas dasar ilmu. Ilmu agama penting, ilmu dunia juga penting. Kita hanya berusaha berijtihad, benar atau salah biar Alloh yang menilainya. Yang jelas ketika ijtihad kita salah, kita masih mendapat satu pahala”

Penjelasan Sobo tadi cukup menenangkan jamaah, namun masih menimbulkan tanya bagi Biyu.

“Bo, memangnya sampai sejauh itu dampak pergeseran bumi?”

“Ah, tidak juga. Sebetulnya ini masalah klasik. Di negara ini sudah ada orang yang mempelopori lebih dulu jauh sebelum negara ini merdeka. Namun orang-orang pada saat itu masih terlalu kaku dalam menerima pendapat orang lain, bahkan tega-teganya sampai merobohkan mushola yang dibangun karena beda arah kiblatnya”

“Emang kalo dipiki-piki, masalah di negara ini kok gada abis-abisnya ya Bo?”

“Ember....!”lanjut Sobo

“Bagaimana bisa negara yang berbhineka tunggal ika masih saja terjadi konflik”

“Antar suku, agama, ras, dan golongan” Sobo menambahkan.

“Jangan-jangan negara ini belum sepenuhnya merdeka, Bo?” kata Biyu

“Bagaimana kalau kita jajah lagi, Yu?”

“Yuk mari!”

Ui...ui...ui...! Tantib, Satpol PP, Razia.....Ui...Ui...Ui....

“Bo...tunggu akika Bo....”

“Aduh jatuh!”

“Sepokat gue lepas nih!”





Ketoro Ngarange, @01.25a.m. Dec, 28th 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PAK CIK

“Semua gambar diawali dari sebuah titik” Pak Cik aku memanggilnya, bukan sebutan paman dalam Bahasa Melayu. Beliau adalah Pak Mucikno, Gur...